KAMMI DAERAH RIAU – Setiap
tahun dapat kita saksikan di Indonesia, dan mungkin memang hanya di
negeri ini saja, selepas pengumuman kelulusan ujian nasional (UN) maka
dapat kita lihat pemandangan yang membuat miris. Ratusan bahkan ribuan
pelajar tumpah ke jalanan, melakukan aksi coret-coret baju seragam
dengan berbagai warna, selepas melakukan itu maka mereka akan konvoi
berkeliling dengan sepeda motor yang tentu saja akan membuat macet
jalanan. Kegembiraan setelah mendapat pengumumam kelulusan ini akan
bertolak belakang dengan teman teman mereka yang justru gagal
melaksanakan ujian, bahkan banyak diantara mereka memilih jalan pintas
akibat kekecewaan itu dengan bunuh diri. Belum lagi melihat “hobby”
tawuran anak Indonesia yang sudah sangat parah. Menjadi kebiasaan yang
sukar sekali dihilangkan. Lalu coba lihat lagi maraknya seks bebas yang
dilakukan oleh anak anak negeri ini bahkan tak jarang di lakukan
dilingkungan sekolah.
Ironi sekali melihat produk dari hasil
belajar selama 12 tahun duduk di bangku sekolah. Apakah ini yang
diajarkan di sekolah –sekolah di negeri ini. Maka patutlah jika sekarang
pemerintah masih berkubang mencari bentuk sistem pendidikan bahkan
terkesan meraba raba. Masih dipertanyakan sistem yang mana yang paling
cocok untuk diterapkan di Indonesia, mengapa Negara ini masih
“memproduksi” koruptor yang lihai hingga dikatakan bahwa korupsi adalah extraordinary crime yaitu kejahatan yang paling sulit untuk diungkap karena penjahat nya adalah orang-orang pintar.
Belum lagi bicara soal fasilitas,
pembangunan yang tak merata menyebabkan akses pendidikan sukar
didapatkan, Ribuan Mil dari tempat dimana sekarang kita bisa menikmati
segala sesuatu nya dengan mudah maka lihatlah di sudut pelosok Negara
ini jauh di lereng bukit sana untuk menempuh perjalanan ke sekolah nya
mereka harus menyeberangi sungai, melewati hutan. Semua dilakukan agar
bisa sampai disekolah, maka jangan pernah kita berkhayal bahwa di
sekolah –sekolah lereng bukit itu akan kita temui ruang komputer, ruang
belajar layak, buku-buku. Sebagian lagi bahkan harus menerima kenyataan
bahwa bersekolah adalah sebuah mimpi yang tak akan mungkin dapat mereka
jangkau, maka keputusan menjadi pengamen, buruh, pengemis,
tereksplotasi adalah pilihan yang sebenarnya bukan pilihan hidup mereka.
Dari tahun 2010 saja tercatat ada 1,08 juta anak Indonesia putus
sekolah, dan ada 3.03 juta jiwa yang tak bisa melanjutkan ke jenjang
SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Coba kita perhatikan Undang Undang 45 pasal 31 di bawah ini yang mengatakan bahwa
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang.
4. Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilainilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia.
Sebegitukah miris kah realita pendidikan
di negeri ini, lalu sebenarnya apa yang harus dilakukan pemerintah
untuk menyelesaikan persoalan demi persoalan negeri ini yang seolah tak
kunjung selesai. Bicara anggaran maka masih ada dalam mimpi jika
anggaran itu sepenuhnya digunakan untuk kepentingan pembangunan di
sektor pendidikan. Pengganggaran sebesar 20 % dari belanja negara saat
ini hanya habis untuk belanja pegawai saja dan membayar gaji guru
berikut perjalanan dinas padahal dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional bahwa anggaran senilai tersebut diluar biaya
operasional dan membayar tenaga pendidik. Jika ini terus dilakukan maka
akan ada pengabaian hak-hak siswa untuk memperoleh perbaikan kualitas
dalam proses belajar mengajar, maka hak untuk mendapat perpustakaan,
buku-buku, laboratorium dan gedung layak pakai akan terus terabaikan.
Belum lagi jika lagi jika kita bicara bahwa anggaran yang dinilai belum
cukup itu di korupsi lagi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Coba
lihat penggunan dana BOS yang diduga telah di korupsi dengan dana yang
fantastis bahkan BPK mencatat ada 2.592 sekolah (62,84 persen) tidak
mencantumkan seluruh penerimaan dana BOS dan dana pendidikan lainnya
dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Nilainya
mencapai Rp 625 miliar. Dana BOS Rp 28,14 miliar digunakan tidak sesuai
peruntukannya. Buku yang dibeli dari dana BOS buku Rp 562,39 juta tidak
sesuai panduan, serta sebanyak 47 SD dan 123 SMP di 15 kabupaten/kota
belum membebaskan biaya pendidikan bagi siswa miskin.
Oleh karena itu rasanya sudah tak
mungkin lagi buat kita menunggu untuk bermimpi melihat Indonesia maju,
maka sudah saatnya pemerintah berhenti bermain-main dalam mengurusi
persoalan pendidikan di Negara yang tercinta ini, keseriusan pemerintah
menuntaskan menjadi harapan semua pihak. Sudah saatnya sekarang sistem
pendidikan berubah tidak hanya sekedar menjadikan anak Indonesia cerdas
secara kognitif namun yang terpenting dari itu adalah adalah bagaimana
sistem pendidikan menjadikan mereka memilki nilai-nilai yang mampu
terimplementasi untuk menjadikan pribadi yang mampu merasa dengan hati,
pikiran dan jiwa, sehingga nilai yang didapat tidak berhenti menjadi
teori saja. Ini lah yang sebenarnya tidak bisa diukur melalui ujian
nasional yang menerapkan standar hanya untuk melihat kualitas dari satu
sisi saja, maka jika dirasa bahwa UN yang hanya menghabiskan anggaran
dan rentan dengan kecurangan ini lebih baik dihapus maka dihapus saja.
Pemerintah tidak perlu memaksakan seuatu yang tidak terlalu penting.
Kembalikan saja penilaian kelulusan pada sekolah, tentu ini lebih
obyektif. Lalu segera mewujudkan secara penuh pelaksanaan pendidikan
berbasis karakter tidak hanya dalam kurikulum saja, namun menyeluruh dan
penuh. Karena tidak mungkin membentuk manusia Indonesia seutuhnya tanpa
memebentuk karakter. Dan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah
mulai saat ini.
Lalu juga mendesak segera memenuhi
kelayakan sarana pendidikan di seluruh wilayah Indonesia tanpa
terkecuali, dari Sabang hingga Merauke. Karena ini penting untuk
meningkatkan Kuantitas dan kualitas pendidikan. Akses yang mudah
dijangkau, bangunan yang layak pakai, sarana dan prasarana yang bermutu
untuk menunjang kualitas. Juga yang terpenting adalah kualitas tenaga
pendidik yang mumpuni dan menyadari tugas dan kewajibannya.
Termasuk disini bagaimana pengawasan
terhadap dana pendidikan di rasa sangat penting menjadi perhatian
seluruh Rakyat Indonesia, anggaran pendidikan adalah yang terbesar,
walau dirasa belum cukup, seharusnya alokasi penggunaan yang tepat mampu
mengurangi angka putus sekolah, sehingga berkurang anak Indonesia yang
tidak bisa mendapatkan haknya di negeri ini.
Sudah saatnya kita semua menjadi bagian
dari perubahan pendidikan di Indonesia, bersama-sama dengan pemerintah
tentunya. Tidak mungkin untuk kita berkerja masing-masing tapi sangat
mungkin untuk kita berada digerbong perubahan itu bersama-sama. Majunya
pendidikan di Indonesia adalah cita-cita yang akan terus kita bangun,
karena harapan itu pasti selalu ada.
Majulah Pendidikan, Maju lah negeri ku
Ditulis oleh
Ria Bustanudin
( Sekretaris Dept.Kebijakan Publik KAMMI Daerah Riau )
Sumber : http://www.kammiriau.or.id/featured-post/hitam-putih-pendidikan-indonesia/
riau indah negeri
BalasHapus