“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS Al-Isra [17]: 16)
Dakwah adalah perjuangan yang memerlukan ketegaran dan ketabahan. Meski Rasulullah Saw menghadapi berbagai tantangan, khususnya dari pembesar kabilah-kabilah di Jazirah Arab, namun semuanya beliau lalui dengan sabar dan konsisten. Refleksi atas perjuangan Rasulullah Saw, khususnya ketika menghadapi berbagai tantangan dari pembesar-pembesar jazirah Arab, sangat relevan dengan konteks saat ini ketika bangsa kita dirundung berbagai bencana yang, salah satunya, diakibatkan ulah para pembesar negeri ini. para pembesar negeri ini selain telah memberi kontribusi terhadap carut-marut tatanan berbangsa dan bernegara, juga menjadi bagian tantangan tersendiri bagi para dai.
Tantangan Dakwah
Para ahli sejarah membagi periode dakwah Nabi Muhammad Saw ke dalam dua periode: Makkah dan Madinah. Periode Makkah dapat dikatakan sebagai periode yang penuh dengan tantangan dan cobaan, dari cacian hingga usaha pembunuhan. Sementara itu, dakwah di Madinah lebih kondusif, karena masyarakatnya lebih beradab.
Di Makkah, reaksi-reaksi keras yang menentang dakwah Nabi Saw bermunculan. Namun, usaha-usaha dakwahnya tetap dilanjutkan terus tanpa mengenal lelah, sehingga hasilnya mulai nyata. Jumlah pengikut Nabi Saw yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri ke dalam barisan pemeluk Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, kaum budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah. Meskipun kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang mendorong mereka beriman sangat membaja.
Tantangan yang paling keras terhadap dakwah Nabi Saw datang dari para penguasa dan pengusaha Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama. Mereka khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan goyah oleh ajaran Nabi Muhammad Saw yang menekankan keadilan sosial dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk dapat melepaskan hubungan antara Abi Talib dan Nabi Muhammad Saw. Mereka meminta agar Abu Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar berhenti berdakwah atau menyerahkan kepada mereka. Abu Thalib terpengaruh kemudian meminta agar Nabi Muhammad Saw menghentikan dakwahnya. Tapi Nabi Muhammad Saw menolak sembari berkata, “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya.” Mendengar jawaban kemenakannya itu, Abi Talib kemudian berkata, “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu.”
Gagal menghentikan dakwah Nabi Muhammad Saw dengan bujuk rayu, kaum Quraiys mulai melakukan tindak kekerasan. Orang-orang dengan lemah dan para budak yang memeluk Islam, bahkan Nabi Muhammad Saw sendiri, tidak luput dari kekejaman mereka. Terutama para budak, mereka disiksa dengan sangat kejam di luar perikemanusiaan oleh tuan-tuan mereka. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan minum. Ada yang ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu yang besar nan berat.
Mereka yang merdeka pun juga mendapat siksaan dari keluarga mereka yang masih bertahan dalam agama nenek moyang. Setiap suku diminta menghukum dan menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali. Usman bin Affan, misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukuli sampai babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Orang-orang yang tidak mempunyai pelindung yang disegani, seperti Abu Bakar, mendapat tindakan yang lebih keras. Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum Quraiys Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi untuk melakukan ibadah di Ka’bah, dan lain sebagainya.
Berbagai usaha dilakukan orang-orang Quraiys untuk menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk raja agar menolak kehadiran umat Islam di sana. Namun, berbagai usaha itu gagal juga. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yakni Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khatab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki “Singa Arab” itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan dakwah Muhammad Saw. pada waktu itu. (Ensiklopedi Islam, 2001: 265-266)
Kedurhakaan Pembesar
Dalam Alquran, salah satu tantangan besar dalam dakwah adalah orang-orang kaya dan berpengaruh tetapi mereka durhaka. Mereka itulah yang disebut Alquran sebagai “mutrafin”, yang menyebabkan hancurnya suatu negeri. Perilaku kaum mutrafin dilukiskan dalam Alquran, “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di dalamnya, lalu mereka melakukan kedurhakaan di dalamnya, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan Kami, maka Kami hancurkan sehancur-hancurnya,”(QS Al-Isra [17]: 16).
Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut menjelaskan salah satu sunatullah yang berlaku untuk jatuhnya suatu siksa bagi kaum yang durhaka. Secara tidak langsung ayat itu mengatakan: “Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri yang durhaka, sesuai dengan ketetapan dan kebijaksanaan Kami, maka Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di dalamnya, yakni di negeri itu supaya menaati Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka enggan lalu mereka melakukan kedurhakaan yakni penganiayaan dan perusakan di dalamnya yakni di negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan yakni ketentuan Kami, maka Kami menghancurkannya yakni penduduk negeri itu dan atau bersama negeri itu sehancur-hancurnya sehingga mereka tidak bangkit lagi sebagai satu orde atau sistem kemasyarakatan (Tafsir al-Misbah, Vol. 7, 2005: 432).
Tantangan terbesar dakwah adalah mereka yang berpengaruh di mata masyarakat. Kelompok ini melecehkan dan berusaha menghambat dakwah, baik langsung maupun tidak, bisa dilihat dari perbuatan atau kebijakannya serta dampak dari perbuatan dan kebijakan tersebut. Dalam konteks kekinian, tantangan dakwah terbesar adalah para penguasa dan para pengusaha yang dengan kekuasaan dan kekuatan modal bisa dengan mudah mengeksploitasi sumberdaya alam serta mempolitisasi rakyat untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Sikap dan tindakan mereka memang tidak langsung menentang para dai atau mubalig dan menghambat kegiatan dakwah. Namun, dari sisi perilaku dan kebijakannya jauh dari nilai-nilai dakwah Islam yang diajarkan oleh para ulama. Dampak dari tindakannya itu pula dirasakan oleh masyarakat sangat merugikan.
Tekad Berdakwah
Dalam menghadapi kelompok ini, para dai dituntut memiliki tekad yang kuat untuk berdakwah dan kerelaan berkurban, baik jiwa, raga, maupun harta dengan sampainya ajaran Islam sehingga mengubah tindakan yang menzalimi masyarakat. Selain itu, diperlukan figur dai yang mempunyai semangat jihad tinggi; berani berkata tidak dan mengkritik pemerintah serta siap menghadapi segala resiko di medan perjuangan dan konsisten menyampaikan kebenaran.
Jika kita telusuri sejarah umat-umat ter-dahulu, lahirnya penentang dakwah, baik kolektif maupun perorangan, bukanlah hal baru. Ini sudah menjadi bagian dari sejarah dakwah Islam dari masa ke masa. Dalam Alquran, kelompok ini disebut mutrafin. Yaitu mereka yang diberi nikmat, tetapi tidak bersyukur; mereka yang hidup dalam kemewahan, kekuasaan, kepintaran, tapi digunakan dalam kezaliman. Segala karunia yang diberikan-Nya, bukan digunakan dalam kebajikan, namun justru merugikan orang lain.
Meski dakwah semarak, tetapi semangat pengamalan masih kurang sungguh-sungguh. Banyaknya tindak kejahatan, khususnya yang dilakukan oleh “santri-santri berdasi”, yang secara moral keagamaan merupakan bentuk kezaliman, adalah di antara bukti nyata bahwa respon masyarakat terhadap dakwah Islam selama ini baru sebatas pembelajaran. Belum banyak menyentuh hati nurani umat sehingga berpengaruh terhadap prilaku sehari-hari.
Wallahu’alambishawab.

Sumber : www.cmm.or.id

0 comments:

Posting Komentar