Ada sebuah kisah. Seorang kakek dan seorang pemuda sedang asyik duduk di bawah pohon rindang. Sambil melepas lelah, keduanya berbincang. Sang Pemuda bertanya, “kek, berapa umur kakek?”. Dengan tersenyum kakek itu menjawab “umur kakek baru 10 tahun”. Pemuda itupun tersentak kaget. Kemudian ia balik bertanya “masak sih kek, bukankah kakek sudah punya banyak cucu dan cicit? Dan tubuh kakekpun sudah renta. Saya tidak percaya kek, kalau kakek usianya baru 10 tahun”. 
Sang kakek pun menjawab “benar nak, kakek sudah tua, tetapi kakek baru merasakan umur kakek 10 tahun. Kakek baru sadar akan hidup ini 10 tahun yang lalu. Masa kecil kakek sampai 10 tahun yang lalu itu telah banyak kakek sia-siakan. Jadi umur kakek sejatinya baru 10 tahun.” Pemuda itupun mengangguk-anggukkan kepalanya...***
Sahabat, berapa usia kita sekarang? Pernahkah kita membandingkan, mana yang lebih banyak antara usia kita untuk kebaikan dengan usia kita untuk kesia-siaan. Jawaban itu yang tahu kita sendiri.
Sahabat, sudah saatnya kita berhenti sejenak. Merenungkan masa lalu kita. Betapa banyak waktu yang kita sia-siakan sehingga membuat kita lalai akan hakikat hidup kita sebagai makhluk ciptaan ALLAH SWT.
Dari kisah diatas kita tahu bahwa sang kakek menghitung usianya sejak ia bertaubat atau sejak ia berhenti dari segala kemaksiatan. Sang kakek menganggap bahwa masa lalunya yang penuh dengan keburukan, bukan hidupnya karena sang kakek tak dapat menikmati hakikat hidup. Dulu ia bahagia, namun sejatinya hatinya tersiksa oleh perbuatan buruknya. Mungkin dulu ia tertawa bisa mendapatkan banyak harta dan foya-foya namun batinnya kering  selalu ketakutan dan tak puas dengan apa yang ada.            
Sahabat, Ibnu Taimiyah pernah berkata
“manusia itu mempunyai dua kelahiran; kelahiran pertama saat ia keluar dari rahim ibunya; dan kelahiran kedua saat dia masuk islam dan menjadi orang beriman”
Pertanyaannya, sudahkah kita lahir untuk yang kedua kalinya? Sudahkah kita masuk Islam dan beriman? jangan-jangan Islam kita baru di KTP sedangkan  sholat, zakat, puasa, infaq, cara berpakaian, cara mencari harta,dan tilawah kita jauh dari kriteria amal islami.
Beriman kepada ALLAH SWT sesungguhnya melepaskan diri dari segala penyembahan. Sungguh tiada Ilah(tuhan), tidak ada sesembahan, tidak ada yang berhak disembah, ditakuti dan diharapkan kecuali ALLAH SWT. Hanya ALLAH SWT tempat bergantung dan tempat memohon pertolongan. Sudah seperti itukah iman kita? Atau mungkin kita masih mengandalkan pada jimat, pohon, sesajen dll. Jawabnya ada pada hati kita masing-masing. Semoga ALLAH SWT memberikan penerang jalan dalam hati kita, Amin.
            Umar Bin Khatab ra., salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang patut kita contoh sejarah hidupnya. Sebelum masuk Islam Umar bin Khatab ra. pernah mengubur anaknya hidup hidup. ia lakukan itu karena ia tahu ternyata anaknya perempuan dan menurut tradisi jahiliyah anak perempuan merupakan aib dan harus dibunuh. Akhirnya  anak Umar ra. juga dibunuh. **
            Suatu ketika, sebelum tidur Umar ra. Juga pernah membuat patung dari roti, kemudian Umar ra. Menyembah-nyembahnya.
Setelah itu Umar ra. pun tidur. Karena lapar,  setelah bangun, Umar ra. langsung memakan patung roti. Patung dibuat-buat sendiri, disembah-sembah sendiri, dimakan sendiri dan beliau pun tertawa sendiri mengingat kebodohan masalalunya.
            Dimasa keimanannya, Umar ra. begitu gigih bekerja untuk memperbaiki hidupnya. Ia menjadi begitu ta'at kepada ALLAH SWT dan tegas terhadap kebathilan. Umar ra. juga menjadi sangat dermawan.
Tak cukup haynya itu, hapir-hampir disetiap mala ia tidak pernah tidak menangis. Ia selalu menangis, ia sadar akan nikmat yang ALLAH SWT berikan tidak sebanding dengan keta'atan yang beliau lakukan. Ia juga sadar bahwa keburukan/kemaksiatan yang ia lakukan tidak lebih sedikit dari kebaikannya. Hingga dipipinya tampak gorsan hitam bekas tangisan.
Sekarang giliran kita, Jika umar ra. seperti itu, lalu seperti apa kita? Seperti apa “our second born?” seperti apa kelahiran kedua kita? Maka dari itu, meri kita sadari sejak dini, mari kita berintrosfeksi, dan mari kita awali dari diri kita masing-masing. Ada yang merasa tidak punya masalah? Ada yang merasa tidak punya dosa? Jika “ya” maka waspadalah karena “saat anda tidak punya masalah sebenarnya anda sedang berada dalam masalah”.

0 comments:

Posting Komentar