Mahasiswa dan negarawan , dua frasa berbeda namun saling mempunyai
suatu korelasi yang sangat kuat.Karena mahasiswa merupakan cikal bakal
pemimpin masa depan , seorang negarawan muda.Bisa kita katakan bahwa
kehidupan kampus merupakan kawah candradimuka untuk mencipta
negarawan-negarawan muda.
Mahasiswa dan Negarawan , dua elemen panting yang semestinya harus
ada dan saling melengkapi untuk menciptakan suatu bangsa yang kuat di
tataran dunia.Lalu bagaimana dengan kondisi bangsa Indonesia? Mungkin
karena ketidakseimbangan dua elemen tersebut yang mengakibatkan bangsa
ini terperosok jauh ke bawah.
Data BPS pada tahun 2011 menunjukkan setidaknya total mahasiswa
aktif Indonesia tercatat berjumlah 4,8 juta dengan rentang usia 19-24
tahun.Angka tersebut belum dihitung dengan jumlah lulusan perguruan
tinggi lain selama 10 tahun terakhir yang bisa dikatakan masih dalam
tahap usia produktif.Lalu , berapa jumlah negarawan di Indonesia? Memang
sebuah pertanyaan bodoh karena tidak ada tolok ukur secara pasti
seseorang bisa dikatakan negarawan.
Negawaran, berdasarkan KBBI diartikan sebagai ahli dalam
kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin
politik yg secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu
pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan
dan
kewibawaan.Ahli politik , ya negarawan dalam KBBI dikatakan sebagai
sosok yang paripurna dalam memahami politik sehingga bisa menjalankan
roda pemerintahan.
Lain lagi menurut JF Clarke apabila dikomparasikan istilah politisi
dan negarawan , menurutnya seorang politisi hanya memikirkan pemilihan
yang akan datang, sedangkan negarawan memikirkan generasi yang akan
datang.
Tetapi menurut Amin Sudarsono dalam bukunya “Ijtihad Membangun
Basis Gerakan” mengatakan bahwa politisi dan negarawan adalah dua konsep
yang berbeda.Tetapi menjadi Negarawan biasanya selalu diawali dengan
kepandaian politik yang memadai.Seorang politisi berfikir tentang Negara
dan masyarakatnya,Mungkin awalnya hanya untuk konstituennya,namun
seiring pendewasaan,politisi itu menjelma menjadi negarawan.
Terlepas dari dua penjabaran dari dua kerangka berfikir berbeda
tersebut , memang kita dapatkan bahwa negarawan hampir selalu berkaitan
dengan ranah politik.Tetapi terlalu sempit jika kita berfikir bahwa
negarawan itu “selalu” ada dalam ranah politik.Dalam bidang lain ,
sebenarnya banyak bisa kita temukan negarawan yang membaktikan diri
untuk bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan juga umumnya ke Negara
tercinta kita ini.
Jika bisa saya simpulkan, negarawan adalah sesosok manusia yang
bisa membuat sekitarnya/kondisi tempat hidupnya mengalami
perubahan.mungkin lebih ringkasnya “penciptaan kultur”.
Kultur seperti apa yang harus diciptakan? mungkin kultur
kegelisahan sudah cukup untuk mewakili semua peran yang ada dalam diri
mahasiswa dalam rangka bertransformasi menjadi negarawan.Gelisah ketika
melihat kerusakan disekitar , gelisah ketika tak ada perubahan dalam
kondisi bangsa yang semakin terpuruk,gelisah ketika diri ini hanya diam
dan apatis terhadap lingkungan yang semakin menggilas sendi-sendi moral
dalam kehidupan.
Saya teringat ketika salah seorang aktivis pendidikan kawakan ,
Bapak Arief Rahman , beliau bercerita tentang kondisi ketika ia menjadi
mahasiswa.Ia membagikan kisahnya bahwa ketika ia dan teman-temannya
berkumpul , bukan tugas perkuliahan yang didiskusikannya tetapi yang
beliau diskusikan adalah tentang Negara ini, bagaimana kondisi Negara
ini kedepannya.Merinding saya saat mendengarnya langsung.
Tetapi dalam konteks kekinian apa yang saya dapatkan ? jajaran
mahasiswa sedang berkerumun tentu bukan berdiskusi tetapi justru sedang
asyik dengan laptopny bermain games, apakah itu sesungguhnya mahasiswa?
Baiklah tak apa kalau hanya sesekali bermain game secara kolektif di
kampus.Nah , bagaiman kalau setiap hari? Ini baru masalah.
Atau mungkin disudut lain bisa kita temukan mahasiswa yang sibuk
menentukan “makan dimana kita hari ini” , atau yang sibuk dengan
smartphone atau laptopnya diujung lorong kampus.
Memang sangat berat musuh yang kita hadapi sekarang , bukan rezim
orde baru lagi dmana Soeharto menjadi ikonnya.Musuh yang kita hadapi
saat ini lebih kejam dari orde baru karena mereka menyerang langsung,
melesak sampai pada kerangka berfikir seseorang.isme-isme terserak.Moral
kehidupan ditelanjangi habis.Alhasil, status mahasiswa tak lain
hanyalah pelengkap dari kehidupan sesaat untuk menghabiskan masa muda.
Sudah saatnya ketika situasi kronis ini , semua elemen mahasiswa
bisa bersinergi tanpa ada ego kelembagaan lagi maupun sikut menyikut
kekuasaan kampus yang tak ada ujungnya.Sesungguhnya menghidupkan kembali
fungsi kampus sebagai inkubator negarawan muda lebih urgent daripada
mementingkan citra sebuah kelompok.Mungkin dari sekarang , dari detik
ini juga kita wajib untuk gelisah.Kegelisahan yang menjadikan cambuk
untuk mencetak sang negarawan muda dari rahim kampus untuk Indonesia
yang lebih baik.Oleh : Nurachman Ihya’
Sumber : http://kammijakarta.or.id/?p=186
0 comments:
Posting Komentar