Oleh : santy nur fajarviana*
“Hai para gadis, lihat nih aku bawa apa!” teriak Irma dengan hebohnya ketika baru saja memasuki kelas.
Beberapa gadis yang sedang asyik bergerombol menunggu bel masuk pun, dengan bergegas menghampiri bangku Irma. Tak sabar melihat kejutan apa lagi yang akan ditunjukkan Irma.
“Wow Ir, kereee...n, banyak banget nih coklat, lo baru borong dari toko mana nih?” tanggap Intan sambil tertegun melihat beraneka ragam coklat yang memenuhi mejanya.
“Iya nih, bentuknya juga lucu-lucu. Atau lo mau bantu Papa lo, buka bisnis baru jualan coklat di sekolah?” kata Isna sambil mencoba meraba satu per satu dari coklat-coklat itu.
“Huh dasar kolot, ya mana mungkin lah Irma seorang putri miliader mau jualan coklat di sekolah. Apa kata dunia?” sergah Imel denga diiringi suara geeer teman-temannya yang lain.
“Tenang teman-teman..., gue bukannya habis borong coklat atau mau jualan di sekolah ini. Tapi semua coklat-cokalt ini adalah hadiah dari penggemar-penggemar gue di facebook. Masak sih lo pada nggak tahu sebentar lagi kan hari valentine. Ini semua bukti sayangnya mereka ke gue, sampai dibela-belain kirim coklat langsung ke rumah gue. Hebat nggak tuh...,” ucap Irma mempromosikan diri.
“Wah gila lo Ir, valentine masih satu minggu lagi tapi yang kirim coklat sudah sebanyak ini. Wah bener-bener deh, pakai pelet apain sih lo?” sergah Intan sambil mengambil cokalat berbungkus biru.
“Ya beginilah resiko jadi seorang artis, wa...ha...ha...ha....,”
“Wah banyak sekali coklatnya Mbak?” kata Ayu gadis polos berkepang dua, yang baru datang.
“ya iya dong, kan mau hari valentine. So pasti artis sebeken Irma selalu kebanjiran coklat dari para penggemarnya.
“Wah enak ya Mbak jadi artis itu.”
“Hai jangan mimpi deh lo, dandanan lo aja kayak gini mau jadi artis. Ha...ha...ha...” kata Isna diiringi geerrr teman-temannya.
“Sudah...sudah... jangan gitu dong, lo boleh kok Yu ambil coklatnya. Itung-itung sedekah dari gue.” Kata Irma sambil menyodorkan sebatang coklat.
“Nggak kok Mbak, itu kan dari penggemar Mbak, masah Ayu yang makan sih.”
“Udah terima aja, ntar lo nyesel loh. Jarang-jarang kan lo bisa makan coklat-coklat mahal seperti ini.” Ucap Imel sinis.
“TET...TET...TET...”
Terdengar suara bel 3 kali. Pertanda agar murid-murid segera berkumpul menuju halaman sekolah untuk melaksanakan apel pagi. Dalam langkahnya menuju halaman itu, Ayu terlihat temenung.
“Seperti apakah rasanya cantik?” ucapnya dalam hati.
Walaupun ia tahu bahwa ucapan teman-temannya hanyalah sebatas gurauan belaka, namun ia juga tak bisa memungkiri bahwa ia juga ingin seperti Irma. Gadis yang cantik, banyak yang suka anak orang kaya pula. Sangat berbeda jauh dengan dirinya.
*****
“Meski yang menghubungkanku denganmu hanyalah selembar benang... maka ia kan selalu kujaga. Jika kau mengulurkannya maka akan kukencangkan. Dan jika kau mengancangkannya maka aku pun akan mengendurkan benang itu. Sehingga benang itu tidak akan pernah terputus atau terlepas. Semoga Allah senantiasa melimpahkan cinta dan kasihnya kepadamu saudaraku. Dan semoga ikatan ukhuah ini tetap bisa kita jaga, tidak hanya sesaat. Tapi hingga syurga abadi.”
Tanpa terasa embun sejuk dari mata Ayu menetes, membasahi gersangnya hati pagi itu. Ia begitu tersentuh dengan sebuah sms yang dikirimkan Mbak Sarah, kakak kelasnya selepas subuh itu. Sudah lama ia tak menghadiri kajian sekolah yang biasa diisi oleh Mbak Sarah. Ya karena dia malu di majlis itu hanya dia soranglah yang tidak berjilbab dan kurang lacar bacaan qur’annya. Walaupun Mbak Sarah dan teman-temannya yang lain tak pernah mempersoalkan soal itu, namun ia bisa menangkis rasa malu yag menyebabkan ia menjadi jarang menghadiri majlis itu. Tiba-tiba rasa rindu itu menyusup jauh ke dalam lubuk hatinya. Ia rindu dengan majlis itu, rindu dengan untaian nasihat dan motivasi yang diberikan Mbak Sarah, rindu dengan kehangatan persahabatan bersama dengan teman-temannya di majlis itu. Kasih sayang mereka tak hanya dinyatakan dalam bentuk sebatang coklat, namun setiap nafas mereka selalu mengandung kasih sayang yang teramat tulus untuknya. Dan kasih sayang itu semakin hari semakin melambung tinggi ke langit, menjulang ke atas singasana Ilahi yang mereka ungkapkan dalam indahnya doa di setiap sepertiga malam terakhir. Merekalah sahabat-sahabat terindah yang selalu memberikan kado spesial untuknya.
“Terima kasih ya Allah, engkau telah mengirimkan kado spesial yang selalu memberi warna untukku.” Ucap Ayu dengan linangan air mata, sambil terus membaca sms itu, berulang kali dan berulang kali hingga rasa itu tertancap kuat pada pada akar ukuwah yang begitu indah.
*) Kader KAMMI Komisariat Al-Badar Ponorogo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
jadi teringat adik binaan ku... "nawarin buat jualan coklat"...
BalasHapus